28 Okt 2012

Tentang Mengeluh, Mengeluh dan Mengeluh


Saya sering mengeluh. Satu dua, ketelepasan mengeluh, bergegas menghela nafas, menyesal kenapa begitu mudahnya keluar. Tiga empat, tidak sengaja mengeluh, tapi tidak menyesal, merasa baik2 saja, masa bodo. Lima enam, bahkan merasa berhak sekali untuk mengeluh, sengaja ditunjukkan--termasuk seperti sengaja ditunjukkan pada yang maha melihat.


Saya sering mengeluh, jika hari-hari sejak saya lahir ditandai dengan contreng merah, hingga detik ini, hari ini, maka rasa2nya tidak ada hari yang lolos dari tanda merah. Itu berarti hampir setiap hari sy mengeluh. Mulai dari urusan remah-remah, seperti sesuatu terlambat, menunggu, sesuatu tidak beres, sesuatu tidak selesai, hingga urusan yang lebih serius macam kesehatan, keran rezeki, kesempatan, takdir, dsbgnya. Jangan tanya tentang koneksi internet yang lelet, cuaca panas, gerah, cuaca dingin, hujan, itu favorit keluhan. Trending topic dunia soal mengeluh.Jika hati saya sedang tenang, kalem. Berpikir lebih jernih, mengingat2 keluhan itu rasa2nya seperti tidak percaya. Bagaimana mungkin? Bukankah kita semua tahu, mengeluh tidak pernah menyelesaikan masalah. Itu mungkin benar, mengeluh bisa menyalurkan ekspresi frustasi, konon katanya bisa membuat lebih lega, tapi jelas itu bukan bentuk penyaluran yang positif. Karena sama seperti orang marah, boleh jadi benar, nonjok orang di sebelah bisa membuat lega, marahnya tersalurkan, tapi jelas, itu bukan bentuk penyaluran yang baik. Malah tambah panjang. 

Tapi kalau sudah paham mengeluh tdk menyelesaikan masalah, kenapa kok masih saja mengeluh?Kalau dipikir2 lebih jauh, bukankah semua orang benci dengan teman/tetangga/saudara yang suka mengeluh. Bete bahkan baru melihat mukanya, tuh si tukang ngeluh datang. Tapi kenapa, kita yg benci pengeluh, juga suka mengeluh? Urusan ini kenapa jadi membingungkan sekali. Bukankah kita menyadari betul bahwa di luar sana, boleh jadi ada orang yg lebih susah, sulit, tapi mereka baik2 saja, tidak mengeluh. Dan sebaliknya bukankah, di luar sana, ada orang2 yg justeru kita inginkan posisinya (lebih sukses, lebih kaya, lbh baik), ternyata juga tetap mengeluh. Lantas kenapa kita mengeluh utk mencapai posisi mereka hanya utk kemudian mengeluh lagi. Kita semua tahu itu. Tapi kenapa tetap mengeluh? Aduh, rumitnya.

Sayangnya, saya tidak tahu banyak jawaban atas kebiasaan mengeluh.Saya juga berada satu gerbong besar bersama orang2 yg suka mengeluh. Maka semoga, gerbong saya ini menuju ke arah yg lebih baik, berisi penumpang, yaitu orang2 yg berusaha utk setiap hari memerangi kebiasaan mengeluh. Setiap hari terus berlatih sungguh2 menghilangkan kebiasaan tersebut. Menyenangkan berada di gerbong belajar yg sama, karena jika kita lupa, ketelepasan, ada yg buru2 mengingatkan. Atau dalam titik ekstrem, jika kita merasa berhak mengeluh, berusaha menunjukkan keluhan betapa susahnya hidup kita, maka ada teman yg buru2 menasehati sambil tersenyum.Mungkin, hanya dengan cara itulah kita bisa mengalahkan tabiat mengeluh. 

By : Darwis Tere Liye

27 September 2012


Bismillah…
Kubuka mata pagi ini, sebuah sms dari seseorang dengan waktu yang tertulis pagi-pagi sekali menyambut, ucapan milad karena tepat hari ini adalah miladku, makasih ya J
Sama seperti pagi-pagi sebelumnya pun sama seperti tahun-tahun sebelumnya tak akan ada sesuatau yang istimewa di hari ini karna di keluarga pun memang tak pernah merayakannya. So this day is usual untuk orang lain walaupun akan not usual for me but is no problem hehe…
Hari ini adalah hari memuhasabah diri, mengevaluasi diri sudah sejauh manakah kebermanfaatan kita (aku) di dunia ini. Untuk banyak hal, untuk Allah, dakwah, keluarga, teman-teman dan lainnya. Meski hari ini kondisi tubuh masih tak sepenuhnya fit setelah hari kemarin sakit kepala itu kembali datang ditambah sesuatu hal yang membuat tubuh terasa sakit semua dan lemas. Ah tetap syukuri bagaimana pun kondisi hari ini tetap jalani hari dengan terus mengevaluasi dan memperbaiki diri.
Memasuki usia 23 ini -cukup tua juga sepertinya- berharap akan ada peningkatan kualitas dan kuantitas dalam ibadah, dalam belajar dan hal bermanfaat lainnya.
Usia memang tak menentukan kedewasaan sesorang termasuk aku mungkin, padahal mereka yang jauh lebih muda dibandingku dewasanya bukan main -malu- Tapi sebenarnya kedewasaan itu dilihat dari sudut pandang siapa sih? Kita sendiri atau orang lain? -tanya- -cari jawaban-
Kalo liat angka itu jadi inget satu targetan yang pernah kutulis atas tugas dari seorang dosen. Target yang kadang buat senyum-senyum sendiri hihi…J
Intinya so…seperti tagline yang pernah kutulis.
Perbaikan, Peningkatan, Perubahan.
Semoga….

27 Okt 2012

Catatan Hujan

Hujan aku rindu sekali padamu.
Dulu hampir setiap hari kau menyapaku 
baik dalam intensitas rendah, sedang atau lebat.
Baik itu pagi, siang atau malam.
Tapi kenapa sejak beberapa waktu ini tak lagi kudapati engkau 
menemani hari-hariku.
Kering, gersang yang ada.
Aku rindu melihatmu dari balik jendela, 
membantuku menyelami sejauh mana perjalananku. 
Kehadiranmu memberi sejuk pada hari-hariku,
kehadiranmu menyuburkan tanah-tanah gersang, 
memekarkan bunga-bunga indah dipekaranganku.
Sungguh engkau adalah rahmat dari Tuhan yg tiada batasnya.
Semoga engkau segera hadir membuat senyumku bertambah 
karena senang.

*Lupa kapan buat ini ya...udah lama ada di notes hp

16 Jul 2012

Prepare Ramadhan...

Karena kehidupan tak selalu melihat dari sisi bahgianya di dunia saja. Ada akhirat yang sudah lama menanti kehadiran kita.
Jangan terlalu dipusingkan dengan kehidupan semu dunia kalau ternayata akhirat kita malah terabaikan. Kita bersibuk-sibuk mencari kebahagiaan didunia tapi tak bersibuk-sibuk mencari kebahagiaan akhirat. Kita berpusing-pusing dengan permasalahan hati dan pikiran, tapi kita tidak berpusing-pusing dengan amalan-amalan akhirat kita. Tak ada yang lebih penting dari persiapan kita untuk bertemu dengan-Nya.
Terkadang pula kita disibukkan dengan popularitas di kalangan manusia padahal cukuplah kita populer di kalangan penghuni langit, dimana saat ditanyakan ke penghuni langit mereka tahu siapa kita. Tak peduli jika saat ini tak ada yang mengenal siapa kita, cukup Allah dan para penghuni langit.
*Persiapkan amalan-amalan terbaik kita, sebentar lagi Ramadhan…

(repost)

Pada Allah Saja

Setiap pekannya ia selalu mengajariku untuk memantapkan keyakinan  pada Allah saja. Di setiap keadaan dan disetiap kondisi bagaiman pun itu. Ah lagi-lagi ku bertanya pada diri sendiri sudahkah 100% keyakinanku pada-Nya? Bukan keyakinan atas zat-Nya tapi keyakinan atas kuasa-Nya, kuasa-Nya yang begitu besar atas segala sesuatu. Ketika kun nya berlaku, sudahkah sepenuh jiwa meyakini?  Aku lagi-lagi disadarkan, bukankah seorang muslim sudah seharusnya optimis? Optimis bahwa ada Allah yang Maha Membantu dan dilubuk hati yang terdalam berbisik ‘masih cukup kurang keyakinan itu’. 
Banyak cerita yang kudapat darinya, tentang liku perjalanan hidupnya yang seluruhnya hanya disandarkan pada-Nya. Betapa lagi-lagi kudapati keyakinan yang begitu kuat dari sorot kedua matanya. Saat kau menitipkan keluargamu pada Allah. Tak ada keraguan yang kau dapati. Ah…dapatkah aku sepertimu? Sosok kuat penuh kesholehan yang aku selalu dibuat tertegun setiap kali ia berbicara. Sungguh bersyukur aku ditemukan denganmu. Semoga kelak aku bisa mengikuti jejak-jejak pribadimu yang baik.

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta." (Surat al-Fushilat ayat 30 & 31)


*Uhibbukifillah my murobbi

24 Jun 2012

Yang Aku Tahu; Allah Bersamaku


aku percaya
maka aku akan melihat keajaiban
iman adalah mata yang terbuka
mendahului datangnya cahaya
“Aku”.
Jawaban Musa itu terkesan tak tawadhu’. Ketika seorang di antara Bani Israil bertanya siapakah yang paling ‘alim di muka bumi, Musa menjawab, “Aku”. Tapi oleh sebab jawaban inilah di Surat Al Kahfi membentang 23 ayat, mengisahkan pelajaran yang harus dijalani Musa kemudian. Uniknya di dalam senarai ayat-ayat itu terselip satu lagi kalimat Musa yang tak tawadhu’. “Kau akan mendapatiku, insyaallah, sebagai seorang yang sabar.” Ini ada di ayat yang keenampuluh sembilan.
Di mana letak angkuhnya? Bandingkan struktur bahasa Musa, begitu para musfassir mencatat, dengan kalimat Isma’il putra Nabi Ibrahim. Saat mengungkapkan pendapatnya pada sang ayah jikakah dia akan disembelih, Isma’il berkata, “Engkau akan mendapatiku, insyaallah, termasuk orang-orang yang sabar.”
Tampak bahwa Isma’il memandang dirinya sebagai bagian kecil dari orang-orang yang dikarunia kesabaran. Tapi Musa, menjanjikan kesabaran atas nama pribadinya. Dan sayangnya lagi, dalam kisahnya di Surat Al Kahfi, ia tak sesabar itu. Musa kesulitan untuk bersabar seperti yang ia janjikan. Sekira duapuluh abad kemudian, dalam rekaman Al Bukhari dan Muslim, Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang kisah perjalanan itu, “Andai Musa lebih bersabar, mungkin kita akan mendapat lebih banyak pelajaran.”
​Wallaahu A’lam. Mungkin memang seharusnya begitulah karakter Musa, ‘Alaihis Salaam. Kurang tawadhu’ dan tak begitu penyabar. Sebab, yang dihadapinya adalah orang yang paling angkuh dan menindas di muka bumi. Bahkan mungkin sepanjang sejarah. Namanya Fir’aun. Sangat tidak sesuai menghadapi orang seperti Fir’aun dengan kerendahan hati dan kesabaran selautan. Maka Musa adalah Musa. Seorang yang Allah pilih untuk menjadi utusannya bagi Fir’aun yang sombong berlimpah justa. Dan sekaligus, memimpin Bani Israil yang keras kepala.
​Hari itu, setelah ucapannya yang jumawa, Musa menerima perintah untuk berjalan mencari titik pertemuan dua lautan. Musa berangkat dikawani Yusya ibn Nun yang kelak menggantikannya memimpin trah Ya’qub. Suatu waktu, Yusya melihat lauk ikan yang mereka kemas dalam bekal meloncat mencari jalan kembali ke lautan. Awalnya, Yusya lupa memberitahu Musa. Mereka baru kembali ke tempat itu setelah Musa menanyakan bekal akibat deraan letih dan lapar yang menggeliang dalam usus.
​Di sanalah mereka bertemu dengan seseorang yang Allah sebut sebagai, “Hamba di antara hamba-hamba Kami yang kamu anugerahi rahmat dari arsa Kami, dan Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.” Padanyalah Musa berguru. Memohon diajar sebagian dari apa yang telah Allah fahamkan kepada Sang Guru. Nama Sang Guru tak pernah tersebut dalam Al Quran. Dari hadits dan tafsir lah kita berkenalan dengan Khidzir.
​Kita telah akrab dengan kisah ini. Ada kontrak belajar di antara keduanya. “Engkau akan mendapatiku sebagai seorang yang sabar. Dan aku takkan mendurhakaimu dalam perkara apapun!”, janji Musa. “Jangan kau bertanya sebelum dijelaskan kepadamu”, pesan Khidzir. Dan dalam perjalanan menyejarah itu, Musa tak mampu menahan derasnya tanya dan keberatan atas tiga perilaku Khidzir. Perusakan perahu, pembunuhan seorang pemuda, dan penolakan atas permohonan jamuan yang berakhir dengan kerja berat menegakkan dinding yang nyaris rubuh.
Tanpa minta imbalan.
​Alhamdulillah, kita belajar banyak dari kisah-kisah itu. Kita belajar bahwa dalam hidup ini, pilihan-pilihan tak selalu mudah. Sementara kita harus tetap memilih. Seperti para nelayan pemilik kapal. Kapal yang bagus akan direbut raja zhalim. Tapi sedikit cacat justru menyelamatkannya. Sesuatu yang ‘sempurna’ terkadang mengundang bahaya. Justru saat tak utuh, suatu milik tetap bisa kita rengkuh. Ada tertulis dalam kaidah fiqh, “Maa laa tudraku kulluhu, fa laa tutraku kulluh.. Apa yang tak bisa didapatkan sepenuhnya, jangan ditinggalkan semuanya.”
Kita juga belajar bahwa ‘membunuh’ bibit kerusakan ketika dia baru berkecambah adalah pilihan bijaksana. Dalam beberapa hal seringkali ada manfaat diraih sekaligus kerusakan yang meniscaya. Padanya, sebuah tindakan didahulukan untuk mencegah bahaya. Ada tertulis dalam kaidah fiqh, “Dar’ul mafaasid muqaddamun ‘alaa jalbil mashaalih.. Mencegah kerusakan didahulukan atas meraih kemashlahatan.”
Dan dari Khidzir kita belajar untuk ikhlas. Untuk tak selalu menghubungkan kebaikan yang kita lakukan, dengan hajat-hajat diri yang sifatnya sesaat. Untuk selalu mengingat urusan kita dengan Allah, dan biarkanlah tiap diri bertanggungjawab padaNya. Selalu kita ingat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Sultan yang dimakan fitnah memenjarakan dan menyiksanya. Tapi ketika bayang-bayang kehancuran menderak dari Timur, justru Ibnu Taimiyah yang dipanggil Sultan untuk maju memimpin ke garis depan. Berdarah-darah ia hadapi air bah serbuan Tartar yang bagai awan gelap mendahului fajar hendak menyapu Damaskus.
Ketika musuh terhalau, penjara kota dan siksa menantinya kembali. Saat ditanya mengapa rela, ia berkata, “Adapun urusanku adalah berjihad untuk kehormatan agama Allah serta kaum muslimin. Dan kezhaliman Sultan adalah urusannya dengan Allah.”
Iman dan Keajaiban yang Mengejutkan
​Subhanallah, alangkah lebih banyak lagi ‘ibrah yang bisa digali dari kisah Musa dan Khidzir. Berlapis-lapis. Ratusan. Lebih. Tapi mari sejenak berhenti di sini. Mari picingkan mata hati ke arah kisah. Mari seksamai cerita ini dari langkah tertatih kita di jalan cinta para pejuang. Mari bertanya pada jiwa, di jalan cinta para pejuang siapakah yang lebih dekat ke hati untuk diteladani?
Musa. Bukan gurunya.
Ya. Karena di akhir kisah Sang Guru mengaku, “Wa maa fa’altuhuu min amrii.. Apa yang aku lakukan bukanlah perkaraku, bukanlah keinginanku.” Khidzir ‘hanyalah’ guru yang dihadirkan Allah untuk Musa di penggal kecil kehidupannya. Kepada Khidzir, Allah berikan semua pemahaman secara utuh dan lengkap tentang jalinan pelajaran yang harus ia uraikan pada Rasul agung pilihanNya, Musa ‘Alaihis Salaam. Begitu lengkapnya petunjuk operasional dalam tiap tindakan Khidzir itu menjadikannya sekedar sebagai ‘operator lapangan’ yang mirip malaikat. Segala yang ia lakukan bukanlah perkaranya. Bukan keinginannya.
Beberapa orang yang menyebut diri Sufi mengklaim, inilah Khidzir yang lebih utama daripada Musa. Khidzir menguasai ilmu hakikat sedang Musa baru sampai di taraf syari’at. Maka seorang yang telah disingkapkan baginya hakikat, seperti Khidzir, terbebas dari aturan-aturan syari’at. Apa yang terlintas di hati menjadi sumber hukum yang dengannya mereka menghalalkan dan mengharamkan. Ia boleh merusak milik orang. Ia boleh membunuh. Ia melakukan hal-hal yang dalam tafsir orang awwam menyimpang, dan dalam pandangan syari’at merupakan sebuah pelanggaran berat.
Imam Al Qurthubi sebagaimana dikutip Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dalam Fathul Barii, membantah tofsar-tafsir ini. Pertama, tidak ada tindakan Khidzir yang menyalahi syari’at. Telah kita baca awal-awal bahwa semua tindakannya pun kelak bersesuaian dengan kaidah fiqh. Bahkan dalam soal membunuh pun, Khidzir tidak melanggar syari’at karena ia diberi ilmu oleh Allah untuk mencegah kemunkaran dengan tangannya. Alangkah jauh tugas mulia Khidzir dengan apa yang dilakukan para Sufi nyleneh semisal meminum khamr, lalu pengikutnya berkata, “Begitu masuk mulut, khamr-nya berubah menjadi air!”
Tidak sama!
Kedua, setinggi-tinggi derajat Khidzir menurut jumhur ‘ulama adalah Nabi di antara Nabi-nabi Bani Israil. Sementara Musa adalah Naqib-nya para Naqib, Nabi terbesar yang ditunjuk memimpin Bani Israil, seorang Rasul yang berbicara langsung dengan Allah, mengemban risalah Taurat, dan bahkan masuk dalam jajaran istimewa Rasul Ulul ‘Azmi bersama Nuh, Ibrahim, ‘Isa, dan Muhammad.
Maka Musa jauh lebih utama daripada Khidzir.
“Hai Musa, sesungguhnya Aku telah melebihkan engkau dari antara manusia, untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara secara langsung denganKu.” (Al A’raaf 144)
Ketiga, Allah memerintahkan kita meneladani para Rasul yang kisah mereka dalam Al Quran ditujukan untuk menguatkan jiwa kita dalam meniti jalan cinta para pejuang. Para Rasul itu, utamanya Rasul-rasul Ulul ‘Azmi menjadi mungkin kita teladani karena mereka memiliki sifat-sifat manusiawi. Mereka tak seperti malaikat. Juga bukan manusia setengah dewa. Mereka bertindak melakukan tugas-tugas yang luar biasa beratnya dalam keterbatasannya sebagai seorang manusia.
Justru keagungan para Rasul itu terletak pada kemampuan mereka menyikapi perintah yang belum tersingkap hikmahnya dengan iman. Dengan iman. Dengan iman. Berbeda dengan Khidzir yang diberitahu skenario dari awal hingga akhir atas apa yang harus dia lakukan –ketika mengajar Musa-, para Rasul seringkali tak tahu apa yang akan mereka hadapi atau terima sesudah perintah dijalani. Mereka tak pernah tahu apa yang menanti di hadapan.
Yang mereka tahu hanyalah, bahwa Allah bersama mereka.
Nuh yang bersipayah membuat kapal di puncak bukit tentu saja harus menahan geram ketika dia ditertawai, diganggu, dan dirusuh oleh kaumnya. Tetapi, sesudah hampir 500 tahun mengemban risalah dengan pengikut yang nyaris tak bertambah, Nuh berkata dengan bijak, dengan cinta, “Kelak kami akan menertawai kalian sebagaimana kalian kini menertawai kami.”
Ya. Nuh belum tahu bahwa kemudian banjir akan tumpah. Tercurah dari celah langit, terpancar dari rekah bumi. Air meluap dari tungkunya orang membuat roti dan mengepung setinggi gunung. Nuh belum tahu. Yang ia tahu adalah ia diperintahkan membina kapalnya. Yang ia tahu adalah ketika dia laksanakan perintah Rabbnya, maka Allah bersamanya. Dan alangkah cukup itu baginya. ‘Alaihis Salaam..
Ibrahim yang bermimpi, dia juga tak pernah tahu apa yang akan terjadi saat ia benar-benar menyembelih putera tercinta. Anak itu, yang lama dirindukannya, yang dia nanti dengan harap dan mata gerimis di tiap doa, tiba-tiba dititahkan untuk dipisahkan dari dirinya. Dulu ketika lahir dia dipisah dengan ditinggal di lembah Bakkah yang tak bertanaman, tak berhewan, tak bertuan. Kini Isma’il harus dibunuh. Bukan oleh orang lain. Tapi oleh tangannya sendiri.
Dibaringkanlah sang putera yang pasrah dalam taqwa. Dan ayah mana yang sanggup membuka mata ketika harus mengayau leher sang putera dengan pisau? Ayah mana yang sanggup mengalirkan darah di bawah kepala yang biasa dibelainya sambil tetap menatap wajah? Tidak. Ibrahim terpejam. Dan ia melakukannya! Ia melakukannya meski belum tahu bahwa seekor domba besar akan menggantikan sang korban. Yang diketahuinya saat itu bahwa dia diperintah Tuhannya. Yang ia tahu adalah ketika dia laksanakan perintah Rabbnya, maka Allah bersamanya. Dan alangkah cukup itu baginya. ‘Alaihis Salaam..
Musa juga menemui jalan buntu, terantuk Laut Merah dalam kejaran Fir’aun. Bani Israil yang dipimpinnya sudah riuh tercekam panik. “Kita pasti tersusul! Kita pasti tersusul!”, kata mereka. “Tidak!”, seru Musa. “Sekali-kali tidak akan tersusul! Sesungguhnya Rabbku bersamaku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Petunjuk itupun datang. Musa diperintahkan memukulkan tongkatnya ke laut. Nalar tanpa iman berkata, “Apa gunanya? Lebih baik dipukulkan ke kepala Fir’aun!” Ya, bahkan Musa pun belum tahu bahwa lautan akan terbelah kemudian. Yang dia tahu Allah bersamanya. Dan itu cukup baginya. ‘Alaihis Salaam..
Merekalah para guru sejati. Yang kisahnya membuat punggung kita tegak, dada kita lapang, dan hati berseri-seri. Yang keteguhannya memancar menerangi. Yang keagungannya lahir dari iman yang kukuh, bergerun mengatasi gejolak hati dan nafsu diri. Di jalan cinta para pejuang, iman melahirkan keajaiban. Lalu keajaiban menguatkan iman. Semua itu terasa lebih indah karena terjadi dalam kejutan-kejutan. Yang kita tahu hanyalah, “Allah bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Nuh belum tahu bahwa banjir nantinya tumpah
ketika di gunung ia menggalang kapal dan ditertawai
Ibrahim belum tahu bahwa akan tercawis domba
ketika pisau nyaris memapas buah hatinya

Musa belum tahu bahwa lautan kan terbelah
saat ia diperintah memukulkan tongkat
di Badar Muhammad berdoa, bahunya terguncang isak
“Andai pasukan ini kalah, Kau takkan lagi disembah!”
dan kitapun belajar, alangkah agungnya iman

By : Salim A Fillah
http://salimafillah.com/yang-aku-tahu-allah-bersamaku/

10 Jun 2012

Yakin & yakin



Ini foto aku dan teman-teman Sebi di acara Seminar Internasional, Bandung Islamic Finance and Investment Summit 2012 (BIFIS 2012) pada tanggal 28-30 Mei 2012. Akhirnya setelah sekian lama, bisa menginjakkan kaki kembali di Kota Bandung hehe lebay mungkin. Bandung adalah salah satu kota yang begitu ingin aku kunjungi saat ini, menyusul kota-kota lain. Padahal cukup dalam hati keinginan itu terucapkan tapi Allah memang baik, aku pun diberi kesempatan bisa kesana. Sudah cukup sering keinginan-keinginan dalam hati yang tak pernah terbayangkan bisa tercapai, memang kuncinya satu, YAKIN. Yakin pada Allah yang Maha Pengabul segala do'a, yakin yang dalam bahwa sekalipun tak terjadi saat kita meminta, pasti suatu hari akan terjadi. Hanya menunggu waktu mungkin itu jawabnya. Hmm...sedang berusaha menanamkan keyakinan pada diri bahwa kita mampu dan kita bisa, Biidznillah...Semangat ^_^

23 Mei 2012

Berlapang Dalam Ukhuwah

Karena disitulah ujiannya ukhuwah ketika engkau berusaha menerima dengan lapang atas sikap saudaramu yang tak kau sukai. Seberapa besar dan seberapa kuat egois dalam dirimu untuk bersikap tidak suka atau seberapa kuat sikapmu untuk dapat memaafkan dan kembali bersikap seperti tak terjadi apa-apa. Bukan karena orangnya tapi karena sikapnya yang salah harusnya kita tak suka. Bukan karena orangnya tapi karena Allah-lah kita kembali menyemai ukhuwah itu. Yang pasti melapangkan dada dan hati itu lebih baik daripada harus terus berada dalam kesempitan hati.

BERLAPANG DALAM
UKHUWAH

*Saling memaafkan dan saling memahami



27 Apr 2012

Lagu dan Identitas Anak Indonesia Masa Kini


Musik sebagai penghibur tidak hanya senang didengar oleh kalangan orang-orang tertentu saja bahkan anak-anak pun menjadi bagiannya. Anak-anak memang lebih banyak menggunakan nyanyian-nyanyian sebagai sarana agar lebih mudah dalam proses penangkapan belajar. Di taman kanak-kanak atau di kelompok bermain pun bernyanyi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar mereka. Karena anak-anak memang identik dengan senang dan gembira. Lalu apa jadinya jika musik-musik yang disajikan pada mereka kebanyakan hanya bercerita tentang cinta-cintaan atau apapun yang sebenarnya belum cocok untuk usia anak-anak. Anak-anak pun sesungguhnya punya hak untuk mendapatkan kesenangan yang mereka inginkan hanya saja realitanya musik anak Indonesia sudah mulai tergusur seiring berjalannya waktu.
Saat ini sudah mulai sulit didapati lagu anak-anak yang ada hanya lagu-lagu orang dewasa. Ada anak-anak yang menyanyi, tapi yang dinyanyikan bukan lagu anak-anak, melainkan lagu-lagu orang dewasa. Saya ingat suatu kejadian diangkot sepulang saya dari kuliah. Saat itu ada seorang anak kecil  pengamen mungkin seumuran kelas satu sekolah dasar. Ia menyanyi seperti layaknya pengamen-pengamen kebanyakan yang dinyanyikan adalah lagu-lagu pop tentang cinta anak-anak muda. Selesai ia menyanyi supir angkot berceletuk “Dek nyanyinya tuh balonku, topi saya bundar,” kata sopir angkot. Si pengamen kecil ini pun menjawab “Emangnya saya anak-anak”. Spontan penumpang satu angkot yang cukup penuh itupun tertawa. “Lah emangnya kamu bukan anak-anak?” kata salah seorang penumpang menambahi. Dia pun hanya tersenyum.
Lucu, sepertinya anak-anak pun mungkin merasa kehilangan identitas dirinya sebagai anak-anak jika kenyataannya mereka selalu disuguhi yang bukan seharusnya mereka dapatkan. Ibaratnya mereka saat ini dewasa sebelum waktunya. Mereka menyimpan apa yang mereka peroleh dari lingkungan. Karena anak-anak ibarat kain putih tergantung dengan warna apa kita mewarnai mereka. Jika anak selalu dicekoki dengan lagu-lagu dangdut misal, bisa jadi ia akan selalu menyanyikan lagu itu. Seperti kejadian pada anak tetangga dekat rumah, setiap kali  bermain ia pasti menyanyi lagu dangdut, aku yang mendengarnya hanya senyum saja. Mungkin bagi orangtuanya itu sebuah prestasi, seorang anak bisa dengan pandainya bernyanyi, pandainya sih benar tapi isinya yang salah. Coba misalnya orangtua mengajarkan hafalan Al Qur’an suatu hari kelak anak itu akan hafal 30 juz Al Qur’an. Biarkan anak memilih yang seharusnya maka peran orangtua pun cukup penting disini, untuk membentuk anak-anak mereka sesuai dengan pikiran dan karakter anak yang seharusnya bukan karakter dari media yang tak sesuai.
Lagu anak-anak pun mempunyai peran penting untuk kembali hadir ke permukaan menyemarakan lagu anak-anak kembali agar mereka punya medianya tersendiri dalam mengeksplor bakatnya. Agar anak-anak tak lagi bingung dengan identitasnya, dengan pilihan lagu favoritnya. Saya lebih senang abang odong-odong yang lewat depan rumah menyetel lagu anak-anak daripada lagu dangdut atau pop lainnya. Mereka jadi lebih tahu tentang keceriaan anak-anak atau tentang keindahan ciptaanNya. Industri musik semoga bisa lebih bersemangat untuk bisa mencetak penyanyi-penyanyi cilik yang memang bisa menjadikan lagu anak-anak lebih blow up, yang perlu diingat lagu anak-anak bukan orang dewasa.
Saya pun begitu merindukan lagu  anak-anak seperti saat dulu, lagu-lagu yang masih belum tercemar dan berisi tentang kepolosan anak-anak. Mari bersama-sama para orangtua, teman-teman dari industri musik, ataupun orang-orang yang memang mempunyai kepedulian terhadap perkembangan anak-anak di masa depan, bangun anak-anak menjadi generasi yang cerdas dan sesuai dengan karakternya.


25 Apr 2012

Entah Esok, Akankah??


Entah esok akankah kutemui lagi bias-bias mentari di pagi indah
Yang menemaniku saat memulai hari
Yang memberi hangat pada sejuknya waktu
Yang memberi harapan baru pada tunas kecil yang hendak tumbuh

Entah esok akankah kutemui lagi rintik
Yang mengantarkanku pada rindu
Pada penguasa langit yang menumpah ruahkan bermilyar-milyar tetes
Yang dengannya tak perlulah makhluk merasa dahaga

Entah esok akankah kutemui lagi semburat jingga
Yang mengantarkanku pada renungan apa yang kau kerjakan hari ini?
Pada berlalunya waktu dalam manfaat ataukah kerugian

Entah esok akankah kutemui lagi kerlap-kerlip indah dipekatnya malam
Yang menghantarkanku pada hening yang lelap
Yang menemaniku pada sujud-sujud malam
dan doa-doa panjang pada penguasa segala
Yang kuharap Ia selalu membersamai setiap perjalanan

Entah esok akankah aku dapat membuka mataku,lagi??

12 Apr 2012

Yang Akan Menjadi Kenangan


Lantunan merdu ayat suci memenuhi ruangan masjid menjelang dzuhur kala itu. Memberi tetes sejuk pada hati-hati yang tengah sibuk berjibaku dengan urusan-urusan dunia ataupun urusan-urusan lainnya. Entah siapa pemilik suara namun hadirnya cukup memberi ketenangan pada kami yang saat itu duduk tidak jauh di balik hijab.
Adzan dzuhur pun berkumandang masjid yang semula agak lengang kini dipenuhi oleh banyak orang yang tak ingin tertinggal dalam jamaah shalat. Shaf demi shaf terisi hingga masjid penuh dan mereka yang tidak bisa masuk kedalam akan shalat di bagian luar masjid. Selesai shalat lantunan ayat suci saling berlomba bekejar-kejaran meluncur dari lisan jamaah yang selesai shalat. Indah bukan...Selalu seperti itu. Hingga saat-saat seperti inilah yang mungkin akan selalu kurindukan. Berada dikumpulan orang-orang shaleh (insya Allah) yang dengan berkumpulnya kita disana setidaknya kita bisa lebih mengupgrade keimanan kita lebih baik lagi, tidak ingin kalah dengan yang lain. Seperti dalam nasyidnya opick tombo ati (obat hati) salah satunya dengan berkumpul dengan orang-orang shaleh.
Itulah kampus kami Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Sebi. Sebuah kampus dengan gedung barunya yang masih dalam proses perkembangan di perbatasan Depok dan Bogor lebih tepatnya di Parung. Orang mungkin tak akan pernah tahu bahwa ditempat yang agak ‘pedalaman’ itu ada sebuah kampus Islam berdiri di sana. Tapi tak lama insya Allah orang akan banyak yang tahu bukan hanya dari kampusnya tapi juga orang-orang di dalamnya yang mereka di juluki ‘pejuang ekonomi syariah’ semoga bisa memberi warna lain pada dunia ekonomi selanjutnya, karena membumikan ekonomi syariah itulah tugas kami.
Cerita lain tentang suasana kampus adalah akan ditemukan pada jum’at pagi lingkaran-lingkaran kecil yang riuh melafalkan ayat suci baik untuk tahsin ataupun tahfidznya. Ataupun lingkaran-lingkaran di setiap waktunya yang selalu saja ada untuk mencharger ruhiyah mahasiswa-mahasiswinya.
Tidak ketinggalan sistem perkuliahannya yang menyenangkan karena dosen-dosennya tak akan pernah lupa memberikan motivasi, nasihat ataupun renungan agar kami bisa lebih baik dalam segala hal. Yang membuat aku pribadi sangat merasa penting mendapatkannya apalagi banyak hal-hal baru yang tidak diketahui didapat dari cerita para dosen.
Mungkin itulah sepenggal cerita yang sesungguhnya masih banyak yang ingin diceritakan namun tak mampu tertulis dalam tulisan karma ia akan menjadi kenangan yang indah dalam hati dan ingatan. Terima kasih Ya Allah atas segala nikmat-Mu ini.

2 Feb 2012

Untuk Teman-teman Seperjuangan

Pagi itu mentari masih enggan memunculkan dirinya untuk menghangatkan bumi. Hanya langit mendung yang begitu ikhlasnya menurunkan tetes demi tetes butiran berkah dari penciptanya. Sejuknya membuat siapapun lebih memilih melanjutkan mimpi berkemul dengan selimut hangatnya atau mungkin memilih untuk tak melangkahkan kaki sedikit pun keluar dari pintu rumah.

Tapi itu tidak berlaku bagi sekumpulan orang yang memang sudah beberapa minggu lamanya mempersiapkan diri dihari istimewa itu. Sejak pagi mereka sudah berkumpul merancang ini, merancang itu tak peduli titik-titik hujan yang tak jua reda, bagi mereka hanya ingin mempersiapkan yang terbaik untuk para tamu. Persiapan pun mulai selesai namun hujan tak jua reda, raut-raut wajah penuh cemas, doa-doa dalam hati terus terucap berharap hujan tak lagi turun saat acara harus dimulai. Masih menunggu dengan doa-doa agar para tamu dapat hadir di acara itu, melihat cuaca yang agak kurang mendukung membuat hati semakin cemas.

Masih ada hati yang ikhlas, masih ada jiwa-jiwa optimis yang terus membangkitkan semangat bahwa semuanya akan baik-baik saja, akan berjalan sesuai kehendak-Nya, keberkahan yang selama ini diyakini. Hingga akhirnya acara pun dapat segera terlaksana, dengan jumlah penonton atau tamu yang cukup banyak. Subhanallah…Alhamdulillah…ucap syukur kami panjatkan. Maha suci Allah yang telah menggerakkan hati mereka para tamu untuk dapat hadir di acara itu, mereka yang memiliki keikhlasan dan jiwa-jiwa kepedulian tinggi pada saudaranya yang jauh disana. Mereka yang setia mengikuti acara dari awal hingga akhir.

Acara demi acara pun berjalan dengan baik meski tetes-tetes hujan terkadang harus mewarnai acara itu, namun disitulah uniknnya. Bukankah itu yang kami harapkan? Keberkahan pada acara itu, bukankah hujan merupakan sebentuk keberkahan dari-Nya? Maka syukurilah bagaimanapun keadaannya. Hingga kami mengakhiri acara dengan segurat senyum bahagia. Semoga semua acara berkah.

Mereka adalah para pejuang yang peduli dengan saudara-saudara yang nun jauh disana, di bumi Palestina, dalam Sebi Solidarity for Palestine (SSP) untuk Syahru Intifadhah 4. Terus berjuang saudara-saudariku karena perjuangan kita masih panjang.

Salam semangat, Salam Jihad, Allahu Akbar !!!


Assalamualaikum Wr. Wb.. "SEBI SOLIDARITY FOR PALESTINE" Dengan Bangga Mempersembahkan KONSER AMAL SYAHRU INTIFADHAH Ke-4 "Semangat Intifadhah, Sambut Kemerdekaan Palestina" Ahad, 8 Januari 2012 Pkl 08.00-15.00 @ Kampus STEI SEBI, Jl. Raya Bojongsari, Depok. Siapkan Infaq Terbaikmu dan Ajak Pasukanmu untuk ikut hadir di Konser Amal Syari 4.. Salam Semangat Intifadhah!
CP: 082113315972 SEBARKAN.. Wassalamualaikum Wr. Wb... Jzk :))))
DAN
Sekolah tinggi ekonomi islam SEBI mengundang anda semua untuk mengikuti tes beasiswa S-1 ekonomi syariah pada :
tanggal : 8 januari 2012
... waktu : 13.00 s/d selesai
tempat : STEI SEBI, gang pondok rangga, jalan bojong sari, sawangan, depok
syarat : - siswa lulusan tahun 2011 dan 2012
... jenis beasiswa : - beasiswa SDM ekspad, beasiswa kader surau, beasiswa untuk hafidz al-quran
rute perjalanan :
- angkot
dari terminal depok naik 03
dari lebak bulus naik 106
dari ciputat naik 29
turun di gang pondok rangga setelah pertigaan bojong sari
- pesawat
turun di bandara soekarno hatta, naik bus damri jurusan lebak bulus, dari lebak bulus naik angkot 106
- kereta
dari stasiun kota depok baru, naik angkot 03